Terpisahkan oleh jarak bukan berarti hubungan cinta harus berakhir.
Masih ada harapan untuk terus melanjutkan hubungan Anda, tentunya dengan
perjuangan lebih.
Memang hubungan jarak jauh tak selalu lebih
mudah daripada hubungan biasa. Jika si dia memang pantas dipertahankan,
tak ada salahnya Anda berdua sama-sama mencoba.
Rencana masa depan
Seperti
apa rencana masa depan hubungan Anda? Bagaimana akhir dari hubungan
jarak jauh ini? Apakah nanti pasangan akan kembali ke kota asal atau
Anda akan bergabung dengannya di kota yang baru?
Rencana masa
depan akan membuat Anda berdua merasa ada harapan. Walau rencana bisa
saja berubah, setidaknya Anda dan pasangan akan selalu merasa ada akhir
yang menyenangkan dari hubungan jarak jauh ini.
Jujurlah pada
diri sendiri dalam membuat rencana. Jangan berpura-pura setuju dengan
rencana pasangan padahal dalam hati Anda berharap suatu saat rencana
tersebut akan berubah. Kejujuran merupakan sikap yang penting dalam
menjaga hubungan jarak jauh.
Komitmen
Komitmen
merupakan faktor yang tak kalah penting dari hubungan jarak jauh. Apa
yang diharapkan atau tidak diharapkan untuk dilakukan pasangan saat
berjauhan harus dibicarakan dari awal. Ceritakan sejujurnya apa harapan
dan kekhawatiran Anda sehingga pasangan bisa mengerti.
Cari
solusi bersama jika ada hambatan dari awal. Ingat kalau hubungan ini
tidak mudah dan perlu usaha lebih untuk melakukannya. Jangan mudah
menyerah hanya karena masalah kecil yang masih bisa diselesaikan.
Komunikasi
Dengan
kemajuan teknologi tentu hal ini tak lagi jadi masalah. Lewat video
chat, telepon, pesan singkat, media sosial, dan berbagai jalur
komunikasi lainnya, jarak tak akan terasa terlalu jauh lagi.
Bicarakan
dari awal bagaimana "peraturan" tentang berkomunikasi. Apakah si dia
bisa dihubungi kapan saja ataukah hanya pada waktu tertentu? Keadaan ini
harus dimengerti dan diterima sejak awal agar tidak memicu konflik.
Usahakan untuk saling mengerti keadaan masing-masing dan tidak saling
menuntut berlebihan.
Cari waktu yang santai dan tidak
terburu-buru untuk saling berkabar. Usai bekerja atau kuliah, pada malam
hari di saat yang santai mungkin merupakan waktu yang tepat. Tapi jika
si dia sekali-sekali ada acara pada malam hari bersikaplah fleksibel dan
atur waktu lain untuk saling berkomunikasi. Komunikasi yang baik tidak
ditentukan oleh lamanya waktu Anda mengobrol tapi lebih pada kualitas
pembicaraan.
Bertemu
Jika memungkinkan,
jadwalkan pertemuan sebisa mungkin. Usahakan untuk selalu seimbang dan
tidak selalu menuntut pasangan untuk selalu mengunjungi Anda. Lakukan
kunjungan secara bergantian sesuai dengan kesediaan waktu. Kenali
lingkungan tempat tinggalnya, ke mana ia biasa pergi, dan hal-hal yang
berhubungan dengan kegiatannya sehari-hari agar Anda merasa lebih
tenang.
Isi waktu pertemuan Anda dengan hal-hal yang
menyenangkan. Tak perlu merusak saat pertemuan Anda dengan memicu
pertengkaran atau ngambek tanpa alasan yang jelas. Sikap yang demikian
akan membuat pasangan tertekan dan berpikir ulang untuk meneruskan
hubungannya dengan Anda.
Perhatian kecil
Walau
Anda sering berkomunikasi tetap saja perhatian-perhatian kecil secara
langsung juga tak kalah penting. Pada momen-momen spesial kirimkan ia
hadiah melalui pos untuk membuatnya senang. Perhatian-perhatian kecil
semacam itu membuat ia merasa spesial dan membuat Anda seakan ada di
sana bersamanya.
Tak ada salahnya sesekali kejutkan ia dengan
kedatangan Anda. Namun sebelumnya pastikan Anda mengetahui ia sedang
dalam keadaan tidak sibuk dan memiliki waktu luang.
Percaya
Kepercayaan
merupakan kunci utama dalam hubungan jarak jauh. Cemburu dan bersikap
posesif hanya akan menggerogoti hubungan Anda pelan-pelan. Apakah Anda
mampu bersikap percaya dan menahan rasa cemburu Anda demi mempertahankan
cintanya? Jika tidak, sebaiknya singkirkan niat untuk berhubungan jarak
jauh.
Hubungan jarak jauh memerlukan suasana yang kondusif
untuk berhasil. Sikap cemburu, posesif, dan mudah emosi bisa dengan
mudah menghancurkan hubungan Anda. Jika dari awal Anda dan kekasih sudah
berkomitmen untuk menjalani hubungan ini maka persiapkanlah diri Anda.
Seringkali Anda memang harus menerima dan percaya apa yang dikatakan
kekasih walau pikiran negatif sering membayangi.
Cari kegiatan
Jangan
hanya terus memfokuskan pikiran Anda pada si dia. Ingat, Anda juga
masih punya kehidupan yang lain. Jalani kegiatan Anda dengan semangat
agar tak terus menerus memikirkan dia. Jangan tinggalkan kebiasaan pergi
bersama teman, mengikuti kursus sesuai hobi, atau menghabiskan waktu
bersama keluarga tercinta.
Saling ketergantungan terhadap
pasangan yang terus menerus akan membuat hubungan ini semakin berat.
Jika biasanya Anda pergi ke bengkel bersama kekasih, kini usahakan pergi
sendiri atau ajak orang terdekat Anda untuk menemani. Kemampuan Anda
beradaptasi dan menjalani hidup dengan semangat sangat mempengaruhi
keberhasilan dalam hubungan ini.
Rahmad Eko Syahputra
Kamis, 08 Maret 2012
Senin, 30 Januari 2012
Hukum Memakai Contact Lense
Soalan
Assalamualaikum., saya ingin bertanya, apakah hukum memakai kanta lekap berwarna?
Jawapan
Waalaikumussalam. Boleh memakai kanta tersebut dengan tujuan untuk perubatan atas nasihat pakar perubatan untuk memulihkan penglihatan dan bukan tujuan perhiasan atau penipuan.
1. Tujuan perubatan – iaitu orang yang memakainya kerana masalah mata yang dihadapinya, iaitu ia memakainya sebagai ganti cermin mata. Hukumnya adalah harus dengan syarat tidak mendatang mudarat kepada mata.
2. Tujuan perhiasan – iaitu memakainya sekadar suka-suka, bukan kerana keperluan (yakni bukan kerana masalah mata). Ia masuk dalam hukum perhiasan. Perhiasan diharuskan selagi tidak melanggar batasan Syara, iaitu;
a) Tidak mendedahkan aurat dan berlaku tabarruj
b) Tidak mendatangkan fitnah iaitu menimbulkan ghairah orang lain –terutamanya wanita- (yakni tidak harus wanita memakai perhiasan yang boleh mendatangkan ghairah atau mencuri perhatian lelaki kepadanya).
c) Tidak mengubah ciptaan Allah.
d) Tidak berupa penipuan atau pemalsuan.
e) Tidak menyerupai perbuatan orang kafir
f) Tidak berlebihan.
g) Tidak memudaratkan
Merujuk kepada syarat-syarat di atas, sebahagian ulamak telah memfatwakan haram memakai contact lens yang berwarna (yakni mengubah warna mata yang asal) kerana ia mengubah ciptaan Allah, berupa penipuan/pemalsuan dan meniru perbuatan orang kafir di samping ia memudaratkan sebagaimana disahkan oleh para doctor sendiri. Di tambah lagi bagi perempuan, ia boleh menimbulkan fitnah (iaitu mencuri perhatian lelaki kepadanya)
Mempersiapkan Anak Keturanan
Apa gunanya hal itu bagi dirinya?
ketika dia telah wafat, apakah dia akan datang untuk melihat siapa yang menjadi pemilik bagi harta kekayaan peninggalannya itu?
Dan apakah dengan itu dia akan memperoleh ketentraman?
justru riwayatnya telah habis dan dia tidak akan pernah kembali ke dunia. Oleh karena itu apalah yang didapat dari jerih payah seperti itu, yakni yang merupakan contoh kehidupan neraka di dunia ini dan juga yang akan menimbulkan azab di akhirat nanti?
Dengan memperhatikan Quran syarif akan diketahui bahwa ada dua janji mengenai tidak akan kembalinya lagi orang-orang yang sudah mati. pertama, untuk orang-orang penghuni neraka sebagaimana difirmankan:
"Wa haroomun 'alaa qoryatin ahlaknaahaa annahum laa yarji'uun -- dan terlarang atas penduduk suatu negeri yang telah Kami binasakan bahwa mereka tidak akan kembali." (Al-Anbiya: 96).
Kata ahlaknaahaa (Kami telah binasakan) juga tertuju pada azab. Dari itu disimpulkan bahwa orang-orang yang memiliki kehidupan rusak tidak akan kembali lagi.
Dan demikian pula terdapat janji yang sama bagi orang-orang penghuni surga. "Khoolidiina fiiha laa yabghuuna anhaa hiwalaa -- mereka kekal didalamnya, mereka tidak ingin berpindah daripadanya". (Al-Kahfi: 109)
Kehidupan Ini untuk Apa?
Mak ayah,
Aku menulis khas buat mak ayah yang disayangi. Banyak persoalan yang terbuku dihati. Untuk berterus terang, aku tak punya kekuatan. Untuk berbicara, lidahku kelu dengan kata-kata. Untuk bersemuka, berat untuk ku aturkan sebuah langkah. Yang mampu aku lakukan hanyalah menulis sebuah coretan yang ku hadiahkan khas buat mak ayah tersayang.
Mak ayah,
Aku tertanya-tanya. Daripada masa kecilku, seringkali ku dimarahi. Terkadang bukan atas silapku sendiri. Kesilapan adik-adik, aku yang dipersalahkan. Aku yang dihukum. Aku yang dipukul dengan rotan itu. Rotan yang sama. Dengan alasan aku yang paling sulung. Sedangkan ketika itu aku hanyalah berusia 8 tahun. Masih anak kecil yang membutuhkan perhatian. Apakah silapku menjadi anak pertama? Yang akhirnya jiwa kecilku memberontak. Dari sehari ke sehari aku berkata pada diriku sendiri. Aku ingin menutup telingaku daripada mendengar kata-kata mak ayah. Oleh sebab mak ayah sendiri tak pernah mendengar kata-kataku walaupun yang benar. Jadilah aku seorang anak yang degil.
Mak ayah,
Pada usiaku menginjak 13 tahun, aku dihantar ke sekolah berasrama penuh. Di situ, kami disuruh untuk solat berjemaah pada setiap waktu. Mulanya aku liat. Terasa amat payah lebih-lebih lagi pada waktu Subuh. Di rumah, tak pernah pula aku diajak untuk solat berjemaah pada setiap waktu. Mak ayah sekadar bertanya sama ada aku sudah solat atau belum. Di sini untuk minggu pertama, selalu aku terlambat untuk memulakan solat berjemaah bersama. Jadi, bila jemaah sudah masuk ke rakaat kedua, ketiga, keempat, aku tinggal terpinga-pinga. Bagaimana aku mahu masuk solat jemaah? Kerana mak ayah tak pernahpun mengajarku berkenaan “makmun masbuk”. Sehinggalah aku perlu belajar sendiri di sekolah.
Mak ayah,
Setelah tamat pelajaran di sekolah menengah, aku berjaya masuk ke universiti tempatan. Aku mula bergaul dengan teman-teman yang datang daripada berlainan latar belakang. Di sini aku sudah tidak di”paksa” untuk solat berjemaah lagi. Semua orang hidup dengan cara tersendiri. Pada awalnya aku masih rajin untuk pergi ke surau kolej kediaman. Tapi, lama kelamaan aku sangat sibuk dengan assignments yang bertimbunan. Solat pun makin aku lambat-lambatkan. Terkadang aku cepat-cepat solat untuk mengejar waktu menghadiri kuliah. Bila menelefon mak ayah, mak ayah tak pernah bertanyakan tentang solatku. Jadi tinggallah aku untuk menentukan cara hidupku sendiri. Solatku tetap tak pernah ku tinggalkan, namun hatiku sedikitpun tak terasa bertaut dengan ibadahku. Aku lakukan hanya sekadar untuk melengkapkan rutin harian.
Mak ayah,
Makin lama aku terasa diriku makin kosong. Aku seperti hilang arah tujuan. Aku penat dengan studyku. Aku penat dengan kehidupanku. Aku tiba-tiba bertanya kepada diriku sendiri. Sebenarnya, untuk apa aku hidup di dunia ini? Adakah semata-mata untuk study? Adakah semata-mata untuk mengumpul kekayaan? Adakah semata-mata untuk bekerja? Adakah semata-mata untuk berkahwin, mempunyai anak? Dan selepas tu??
Mak ayah,
Pada suatu hari, aku bertanya kepada seorang kakak yang rapat denganku kerana aku bingung tentang apa makna sebuah kehidupan. Dia yang tersenyum mesra terus menyebut bait-bait ayat Al-Quran yang selalu aku baca, tapi tak pernah sedikitpun aku tahu maksudnya,
“Dan tidak aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepadaKu” (Adz-Zariyat:56)
“Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi serta apa yang berada di antara keduanya kecuali dengan Haq” (Al-Hijr:85)
“Bukankah Aku telah mengambil perjanjian (perintahkan) kamu wahai anak-anak Adam, supaya kamu jangan menyembah Syaitan? Sesungguhnya ia musuh yang nyata terhadap kamu! Dan (Aku perintahkan):hendaklah kamu menyembahKu; inilah jalan yang lurus“ (Yasin:60-61)
“Maka apakah kamu mengira bahawa Kami menciptakan kamu main-main (tanpa ada maksud) dan bahawa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (Al-Mu’minun:115)
Mak ayah,
Di usiaku yang sudah menginjak 22 tahun, barulah aku tahu apa tujuan aku diciptakan oleh Allah. Kenapa sebelum ini mak dan ayah tak pernahpun memberitahu aku tentang hal ini? Betul, aku diajar solat, diajar mengaji, disuruh puasa, tapi tak sedikitpun aku diterangkan dengan apa maksud yang sebenar-benarnya tentang setiap ibadah yang aku lakukan melainkan hanya mengikut apa yang dibuat mak dan ayah. Perjalanan kehidupanku yang dibiarkan bebas sendirian.
Mak ayah,
Aku kan anakmu. Aku kan adalah amanah Allah untukmu. Tapi adakah kalian telah melaksanakan sepenuhnya tanggungjawab yang telah diamanahkan kepadamu. Di mana janjimu pada Allah tika mana Dia menganugerahkan aku pada kalian berdua? Di mana janjimu pada Allah untuk menunjukkan kepadaku jalan mana yang sepatutnya aku ikuti? Jalan yang akan mendekatkan aku dengan Yang Maha Esa. Aku dibiarkan hanyut dalam gelombang kehidupan, ibadah yang diringan-ringankan, pergaulan lelaki dan perempuan yang tiada batasan, pakaianku yang membalut aurat dibiarkan, cukuplah selagi aku masih bertudung. Adakah sehelai tudung cukup untuk mendefinasikan kehidupan sebenar seorang Muslimah?
Mak ayah,
Aku tak tahu. Tolong, ajarilah aku apa makna sebenar sebuah kehidupan. Dalam neraca Islam.
Salam sayang,
Anakmu.
“Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah (bertauhid), maka kedua ibu bapanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim)
Anak adalah anugerah Allah. Yang dilahirkan suci bersih ibarat kain putih. Ibubapalah yang mempunyai tanggungjawab yang besar untuk mencorakkannya.
Nota yang ditulis di atas adalah sekadar satu rekaan. Tapi jika kita perhatikan secara realitinya, tidak mustahil untuk ada dikalangan anak-anak yang mungkin ingin meluahkan hal yang sama dengan tulisan di atas. Anak-anak yang tertanya-tanya, adakah ibubapa sudah melaksanakan sepenuhnya tanggungjawab yang telah diamanahkan Allah kepada mereka. Tanggungjawab untuk mengajarkan anak-anak tentang ilmu agama yang secukupnya, tentang Islam yang sebenar-benarnya, tentang matlamat kita hidup di dunia.
Dan jika soalan ini tidak ditanyakan di sini, mungkin bakal dipersoalkan di akhirat nanti.
Cukupkah sekadar menyuruh solat lima waktu? Cukupkah sekadar mengajar bagaimana membaca Al-Quran? Cukupkah sekadar mengajak puasa bersama-sama? Cukupkah sekadar menghantar anak-anak menghadiri kelas-kelas agama? Tanpa kita sendiri yang menunjukkan tauladan yang sebenarnya kepada anak-anak. Tanpa diberikan penjelasan yang mendalam tentang Islam, tanpa memberikan kefahaman sejelas-jelasnya kepada anak-anak bahawa Islam itu bukan sekadar sebuah agama semata-mata. Sedangkan Islam yang sebenar-benarnya adalah satu cara hidup. Islam is the way of life.
Saya teringat pertanyaan seorang kakak kepada saya pada awal tahun ini. Persoalannya tentang apakah yang membezakan kita seorang manusia sebagai ibu kepada seorang anak jika hendak dibandingkan dengan seekor buaya yang merupakan ibu kepada anaknya.
Kelu untuk memberikan jawapan selain daripada perbezaan manusia dan seekor buaya, kakak itu tersenyum sambil berkata bahawa perbezaannya adalah di mana seekor ibu buaya hanya mengajar anaknya cara untuk survive di dunia. Cara untuk mencari bekalan untuk hidup supaya tidak mati kelaparan dan juga cara bagaimana untuk melarikan diri daripada pemangsa dan pemburu untuk meneruskan kehidupan.
Berbeza dengan seorang manusia sebagai ibu. Seorang manusia bukan hanya mengajar anaknya bagaimana mencari bekalan untuk meneruskan hidup di dunia, tapi juga bagaimana caranya untuk mencari bekalan yang cukup untuk dibawa ke akhirat sana.
Ini mungkin hanyalah sekadar sebuah perumpamaan untuk membuatkan kita benar-benar berfikir. Untuk kita imbas kembali perjalanan sebuah kehidupan.
Bagi yang sudah mempunyai anak, sebanyak mana sudah ilmu agama telah kita ajarkan kepada anak-anak. Adakah benar cara kita membesarkan anak-anak sudah selari dengan apa yang dituntut Islam?
Bagi yang belum mempunyai anak, sebanyak mana pula persiapan yang ada pada diri sendiri untuk mengajarkan tentang Islam kepada anak-anak yang bakal dilahirkan. Sebanyak mana guidelines yang mampu kita berikan kepada anak-anak untuk menuntun diri mereka dalam misi mencari bekalan secukupnya sebelum pulang ke kediaman yang abadi di akhirat nanti. Jangan kita menyamakan diri sendiri dengan ibu buaya, menunjukkan anak-anak jalan untuk mendapatkan bekalan sekadar cukup untuk hidup di dunia saja.
Benar, jika terdapat kekurangan di mana-mana, kesalahan bukanlah terletak sepenuhnya ke atas ibubapa yang mungkin masih belum menyedari hakikat kehidupan yang sebenar. Namun, bagi kita yang sudah disapa hidayah kesedaran, yang tahu makna sebenar sebuah kehidupan, biarlah kita yang meletakkan diri sebagai peneraju untuk menjadi ibubapa contoh dalam membina generasi harapan seterusnya. Biar si kecil itu tahu apa matlamat hidupnya di dunia. Biar si kecil itu sedar apa agenda yang perlu dia bawa sepanjang hidupnya.
Jadi, dengan waktu yang masih tersisa, mari kita sama-sama memperbaiki diri sendiri untuk memimpin cahaya mata penyejuk hati. Moga mampu kita tersenyum bangga di kemudian hari sambil berkata, “Itulah anak kami.” Satu kata yang bakal dirindui untuk disebut di syurga nanti.
“Hak seorang anak adalah kamu hendaklah menyedari bahawa dia berasal daripada kamu. Jika dia baik atau jahat, semuanya berkait dengan kamu. Kamu bertanggungjawab untuk membesarkan, mendidik dan membimbingnya ke jalan Allah serta membantunya menjadi anak-anak yang taat. Kamu wajib melakukan sedemikian sehingga jika kamu berbuat baik kepadanya, kamu yakin kamu akan mendapat ganjaran dan jika kamu berbuat tidak baik kepadanya, kamu akan mendapat seksaan…” (Imam As-Sajjad ibn Hussain ibn Ali ibn Abi Talib)
Aku menulis khas buat mak ayah yang disayangi. Banyak persoalan yang terbuku dihati. Untuk berterus terang, aku tak punya kekuatan. Untuk berbicara, lidahku kelu dengan kata-kata. Untuk bersemuka, berat untuk ku aturkan sebuah langkah. Yang mampu aku lakukan hanyalah menulis sebuah coretan yang ku hadiahkan khas buat mak ayah tersayang.
Mak ayah,
Aku tertanya-tanya. Daripada masa kecilku, seringkali ku dimarahi. Terkadang bukan atas silapku sendiri. Kesilapan adik-adik, aku yang dipersalahkan. Aku yang dihukum. Aku yang dipukul dengan rotan itu. Rotan yang sama. Dengan alasan aku yang paling sulung. Sedangkan ketika itu aku hanyalah berusia 8 tahun. Masih anak kecil yang membutuhkan perhatian. Apakah silapku menjadi anak pertama? Yang akhirnya jiwa kecilku memberontak. Dari sehari ke sehari aku berkata pada diriku sendiri. Aku ingin menutup telingaku daripada mendengar kata-kata mak ayah. Oleh sebab mak ayah sendiri tak pernah mendengar kata-kataku walaupun yang benar. Jadilah aku seorang anak yang degil.
Mak ayah,
Pada usiaku menginjak 13 tahun, aku dihantar ke sekolah berasrama penuh. Di situ, kami disuruh untuk solat berjemaah pada setiap waktu. Mulanya aku liat. Terasa amat payah lebih-lebih lagi pada waktu Subuh. Di rumah, tak pernah pula aku diajak untuk solat berjemaah pada setiap waktu. Mak ayah sekadar bertanya sama ada aku sudah solat atau belum. Di sini untuk minggu pertama, selalu aku terlambat untuk memulakan solat berjemaah bersama. Jadi, bila jemaah sudah masuk ke rakaat kedua, ketiga, keempat, aku tinggal terpinga-pinga. Bagaimana aku mahu masuk solat jemaah? Kerana mak ayah tak pernahpun mengajarku berkenaan “makmun masbuk”. Sehinggalah aku perlu belajar sendiri di sekolah.
Mak ayah,
Setelah tamat pelajaran di sekolah menengah, aku berjaya masuk ke universiti tempatan. Aku mula bergaul dengan teman-teman yang datang daripada berlainan latar belakang. Di sini aku sudah tidak di”paksa” untuk solat berjemaah lagi. Semua orang hidup dengan cara tersendiri. Pada awalnya aku masih rajin untuk pergi ke surau kolej kediaman. Tapi, lama kelamaan aku sangat sibuk dengan assignments yang bertimbunan. Solat pun makin aku lambat-lambatkan. Terkadang aku cepat-cepat solat untuk mengejar waktu menghadiri kuliah. Bila menelefon mak ayah, mak ayah tak pernah bertanyakan tentang solatku. Jadi tinggallah aku untuk menentukan cara hidupku sendiri. Solatku tetap tak pernah ku tinggalkan, namun hatiku sedikitpun tak terasa bertaut dengan ibadahku. Aku lakukan hanya sekadar untuk melengkapkan rutin harian.
Mak ayah,
Makin lama aku terasa diriku makin kosong. Aku seperti hilang arah tujuan. Aku penat dengan studyku. Aku penat dengan kehidupanku. Aku tiba-tiba bertanya kepada diriku sendiri. Sebenarnya, untuk apa aku hidup di dunia ini? Adakah semata-mata untuk study? Adakah semata-mata untuk mengumpul kekayaan? Adakah semata-mata untuk bekerja? Adakah semata-mata untuk berkahwin, mempunyai anak? Dan selepas tu??
Mak ayah,
Pada suatu hari, aku bertanya kepada seorang kakak yang rapat denganku kerana aku bingung tentang apa makna sebuah kehidupan. Dia yang tersenyum mesra terus menyebut bait-bait ayat Al-Quran yang selalu aku baca, tapi tak pernah sedikitpun aku tahu maksudnya,
“Dan tidak aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepadaKu” (Adz-Zariyat:56)
“Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi serta apa yang berada di antara keduanya kecuali dengan Haq” (Al-Hijr:85)
“Bukankah Aku telah mengambil perjanjian (perintahkan) kamu wahai anak-anak Adam, supaya kamu jangan menyembah Syaitan? Sesungguhnya ia musuh yang nyata terhadap kamu! Dan (Aku perintahkan):hendaklah kamu menyembahKu; inilah jalan yang lurus“ (Yasin:60-61)
“Maka apakah kamu mengira bahawa Kami menciptakan kamu main-main (tanpa ada maksud) dan bahawa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (Al-Mu’minun:115)
Mak ayah,
Di usiaku yang sudah menginjak 22 tahun, barulah aku tahu apa tujuan aku diciptakan oleh Allah. Kenapa sebelum ini mak dan ayah tak pernahpun memberitahu aku tentang hal ini? Betul, aku diajar solat, diajar mengaji, disuruh puasa, tapi tak sedikitpun aku diterangkan dengan apa maksud yang sebenar-benarnya tentang setiap ibadah yang aku lakukan melainkan hanya mengikut apa yang dibuat mak dan ayah. Perjalanan kehidupanku yang dibiarkan bebas sendirian.
Mak ayah,
Aku kan anakmu. Aku kan adalah amanah Allah untukmu. Tapi adakah kalian telah melaksanakan sepenuhnya tanggungjawab yang telah diamanahkan kepadamu. Di mana janjimu pada Allah tika mana Dia menganugerahkan aku pada kalian berdua? Di mana janjimu pada Allah untuk menunjukkan kepadaku jalan mana yang sepatutnya aku ikuti? Jalan yang akan mendekatkan aku dengan Yang Maha Esa. Aku dibiarkan hanyut dalam gelombang kehidupan, ibadah yang diringan-ringankan, pergaulan lelaki dan perempuan yang tiada batasan, pakaianku yang membalut aurat dibiarkan, cukuplah selagi aku masih bertudung. Adakah sehelai tudung cukup untuk mendefinasikan kehidupan sebenar seorang Muslimah?
Mak ayah,
Aku tak tahu. Tolong, ajarilah aku apa makna sebenar sebuah kehidupan. Dalam neraca Islam.
Salam sayang,
Anakmu.
“Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah (bertauhid), maka kedua ibu bapanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim)
Anak adalah anugerah Allah. Yang dilahirkan suci bersih ibarat kain putih. Ibubapalah yang mempunyai tanggungjawab yang besar untuk mencorakkannya.
Nota yang ditulis di atas adalah sekadar satu rekaan. Tapi jika kita perhatikan secara realitinya, tidak mustahil untuk ada dikalangan anak-anak yang mungkin ingin meluahkan hal yang sama dengan tulisan di atas. Anak-anak yang tertanya-tanya, adakah ibubapa sudah melaksanakan sepenuhnya tanggungjawab yang telah diamanahkan Allah kepada mereka. Tanggungjawab untuk mengajarkan anak-anak tentang ilmu agama yang secukupnya, tentang Islam yang sebenar-benarnya, tentang matlamat kita hidup di dunia.
Dan jika soalan ini tidak ditanyakan di sini, mungkin bakal dipersoalkan di akhirat nanti.
Cukupkah sekadar menyuruh solat lima waktu? Cukupkah sekadar mengajar bagaimana membaca Al-Quran? Cukupkah sekadar mengajak puasa bersama-sama? Cukupkah sekadar menghantar anak-anak menghadiri kelas-kelas agama? Tanpa kita sendiri yang menunjukkan tauladan yang sebenarnya kepada anak-anak. Tanpa diberikan penjelasan yang mendalam tentang Islam, tanpa memberikan kefahaman sejelas-jelasnya kepada anak-anak bahawa Islam itu bukan sekadar sebuah agama semata-mata. Sedangkan Islam yang sebenar-benarnya adalah satu cara hidup. Islam is the way of life.
Saya teringat pertanyaan seorang kakak kepada saya pada awal tahun ini. Persoalannya tentang apakah yang membezakan kita seorang manusia sebagai ibu kepada seorang anak jika hendak dibandingkan dengan seekor buaya yang merupakan ibu kepada anaknya.
Kelu untuk memberikan jawapan selain daripada perbezaan manusia dan seekor buaya, kakak itu tersenyum sambil berkata bahawa perbezaannya adalah di mana seekor ibu buaya hanya mengajar anaknya cara untuk survive di dunia. Cara untuk mencari bekalan untuk hidup supaya tidak mati kelaparan dan juga cara bagaimana untuk melarikan diri daripada pemangsa dan pemburu untuk meneruskan kehidupan.
Berbeza dengan seorang manusia sebagai ibu. Seorang manusia bukan hanya mengajar anaknya bagaimana mencari bekalan untuk meneruskan hidup di dunia, tapi juga bagaimana caranya untuk mencari bekalan yang cukup untuk dibawa ke akhirat sana.
Ini mungkin hanyalah sekadar sebuah perumpamaan untuk membuatkan kita benar-benar berfikir. Untuk kita imbas kembali perjalanan sebuah kehidupan.
Bagi yang sudah mempunyai anak, sebanyak mana sudah ilmu agama telah kita ajarkan kepada anak-anak. Adakah benar cara kita membesarkan anak-anak sudah selari dengan apa yang dituntut Islam?
Bagi yang belum mempunyai anak, sebanyak mana pula persiapan yang ada pada diri sendiri untuk mengajarkan tentang Islam kepada anak-anak yang bakal dilahirkan. Sebanyak mana guidelines yang mampu kita berikan kepada anak-anak untuk menuntun diri mereka dalam misi mencari bekalan secukupnya sebelum pulang ke kediaman yang abadi di akhirat nanti. Jangan kita menyamakan diri sendiri dengan ibu buaya, menunjukkan anak-anak jalan untuk mendapatkan bekalan sekadar cukup untuk hidup di dunia saja.
Benar, jika terdapat kekurangan di mana-mana, kesalahan bukanlah terletak sepenuhnya ke atas ibubapa yang mungkin masih belum menyedari hakikat kehidupan yang sebenar. Namun, bagi kita yang sudah disapa hidayah kesedaran, yang tahu makna sebenar sebuah kehidupan, biarlah kita yang meletakkan diri sebagai peneraju untuk menjadi ibubapa contoh dalam membina generasi harapan seterusnya. Biar si kecil itu tahu apa matlamat hidupnya di dunia. Biar si kecil itu sedar apa agenda yang perlu dia bawa sepanjang hidupnya.
Jadi, dengan waktu yang masih tersisa, mari kita sama-sama memperbaiki diri sendiri untuk memimpin cahaya mata penyejuk hati. Moga mampu kita tersenyum bangga di kemudian hari sambil berkata, “Itulah anak kami.” Satu kata yang bakal dirindui untuk disebut di syurga nanti.
“Hak seorang anak adalah kamu hendaklah menyedari bahawa dia berasal daripada kamu. Jika dia baik atau jahat, semuanya berkait dengan kamu. Kamu bertanggungjawab untuk membesarkan, mendidik dan membimbingnya ke jalan Allah serta membantunya menjadi anak-anak yang taat. Kamu wajib melakukan sedemikian sehingga jika kamu berbuat baik kepadanya, kamu yakin kamu akan mendapat ganjaran dan jika kamu berbuat tidak baik kepadanya, kamu akan mendapat seksaan…” (Imam As-Sajjad ibn Hussain ibn Ali ibn Abi Talib)
Minggu, 29 Januari 2012
Jawaban No. 3 (Rahmad Eko Syahputra)
Jawaban No. 3
Public Class Form1
Private Sub Form1_Load(ByVal sender As System.Object, ByVal e As System.EventArgs) Handles MyBase.Load
nik.Items.Add("1001")
nik.Items.Add("1002")
nik.Items.Add("1003")
Jabatan.Items.Add("Mandor")
Jabatan.Items.Add("Kepala Bagian")
Jabatan.Items.Add("Staff")
status.Items.Add("Belum Menikah")
status.Items.Add("Menikah")
jmlhlmbur.Items.Add("1 jam")
jmlhlmbur.Items.Add("2 jam")
jmlhlmbur.Items.Add("3 jam")
End Sub
Private Sub nik_SelectedIndexChanged(ByVal sender As System.Object, ByVal e As System.EventArgs) Handles nik.SelectedIndexChanged
If nik.Text = "1001" Then
nama.Text = "Julianti Putri"
ElseIf nik.Text = "1002" Then
nama.Text = "Rahmad Eko"
ElseIf nik.Text = "1003" Then
nama.Text = "Rada Dewi"
Else
nama.Text = "Empty"
End If
End Sub
Private Sub status_SelectedIndexChanged(ByVal sender As System.Object, ByVal e As System.EventArgs) Handles status.SelectedIndexChanged
If status.Text = "Belum Menikah" Then
tunjanak.Text = 0
tunjistri.Text = 0
ElseIf status.Text = "Menikah" Then
tunjistri.Text = 175000
Else
tunjanak.Text = 0
tunjistri.Text = 0
End If
End Sub
Private Sub btnproses_Click(ByVal sender As System.Object, ByVal e As System.EventArgs) Handles btnproses.Click
If jumlahank.Text <= 2 Then
tunjanak.Text = jumlahank.Text * (0.03 * gaji.Text)
ElseIf jumlahank.Text >= 2 Then
tunjanak.Text = jumlahank.Text * (0.07 * gaji.Text)
End If
If jmlhlmbur.Text = "1 jam" Then
Lembur.Text = 7500
ElseIf jmlhlmbur.Text = "2 jam" Then
Lembur.Text = 10000
ElseIf jmlhlmbur.Text = "3 jam" Then
Lembur.Text = 15000
Else
Lembur.Text = 0
End If
Pajak.Text = 0.015 * gaji.Text
Total.Text = Val(gaji.Text) + Val(tunjanak.Text) + Val(tunjistri.Text) + Val(Lembur.Text) - Val(Pajak.Text)
End Sub
Private Sub btnhapus_Click(ByVal sender As System.Object, ByVal e As System.EventArgs) Handles btnhapus.Click
nik.Text = ""
nama.Text = ""
Jabatan.Text = ""
gaji.Text = ""
status.Text = ""
jumlahank.Text = ""
tunjistri.Text = ""
tunjanak.Text = ""
Pajak.Text = ""
Lembur.Text = ""
jmlhlmbur.Text = ""
Total.Text = ""
nik.Focus()
End Sub
Sub bonusgaji()
If status.Text = "MENIKAH" Then
tunjistri.Text = 0.09 * gaji.Text
If jumlahank.Text = "1" Then
tunjanak.Text = 0.03 * gaji.Text
ElseIf jumlahank.Text = "2" Then
tunjanak.Text = 0.07 * gaji.Text
ElseIf jumlahank.Text >= "2" Then
tunjanak.Text = 0.07 * gaji.Text
End If
Else
tunjistri.Text = "0"
tunjanak.Text = "0"
End If
End Sub
Private Sub Jabatan_SelectedIndexChanged(ByVal sender As System.Object, ByVal e As System.EventArgs) Handles Jabatan.SelectedIndexChanged
If Jabatan.Text = "Mandor" Then
gaji.Text = 1750000
ElseIf Jabatan.Text = "Kepala Bagian" Then
gaji.Text = 2500000
ElseIf Jabatan.Text = "Staff" Then
gaji.Text = 1250000
Else
gaji.Text = 0
End If
End Sub
Private Sub btnkeluar_Click(ByVal sender As System.Object, ByVal e As System.EventArgs) Handles btnkeluar.Click
End
End Sub
Private Sub jmlhlmbur_SelectedIndexChanged(ByVal sender As System.Object, ByVal e As System.EventArgs) Handles jmlhlmbur.SelectedIndexChanged
If Jabatan.Text = "mandor" Then
Lembur.Text = 7500
ElseIf Jabatan.Text = "kepala bagian" Then
Lembur.Text = 10000
ElseIf Jabatan.Text = "staff" Then
Lembur.Text = 5000
Else
Lembur.Text = 0
End If
End Sub
End Class
Jawaban No. 2 (Rahmad Eko Syahputra)
Public Class Form1
Sub buattabel()
lv.Columns.Add("NPM", 80, HorizontalAlignment.Center)
lv.Columns.Add("Nama", 80, HorizontalAlignment.Center)
lv.Columns.Add("Jurusan", 80, HorizontalAlignment.Center)jawaban No. 2
lv.Columns.Add("Jenjang", 80, HorizontalAlignment.Center)
lv.Columns.Add("Tahun Masuk", 80, HorizontalAlignment.Center)
lv.Columns.Add("Nilai Angka", 80, HorizontalAlignment.Center)
lv.Columns.Add("Nilai Huruf", 80, HorizontalAlignment.Center)
lv.View = View.Details
lv.GridLines = True
lv.FullRowSelect = True
End Sub
Sub isitabel()
Dim ist As New ListViewItem
With ist
.Text = npm.Text
.SubItems.Add(nama.Text)
.SubItems.Add(jurusan.Text)
.SubItems.Add(jenjang.Text)
.SubItems.Add(tmasuk.Text)
.SubItems.Add(nangka.Text)
.SubItems.Add(nhuruf.Text)
lv.Items.Add(ist)
End With
End Sub
Private Sub Form1_Load(ByVal sender As System.Object, ByVal e As System.EventArgs) Handles MyBase.Load
buattabel()
End Sub
Private Sub npm_KeyPress(ByVal sender As Object, ByVal e As System.Windows.Forms.KeyPressEventArgs) Handles npm.KeyPress
If e.KeyChar = Chr(13) Then
nama.Focus()
End If
End Sub
Private Sub npm_TextChanged(ByVal sender As System.Object, ByVal e As System.EventArgs) Handles npm.TextChanged
Dim x, y As String
x = Microsoft.VisualBasic.Mid(npm.Text, 3, 1)
y = Microsoft.VisualBasic.Mid(npm.Text, 4, 1)
tmasuk.Text = "20" & Microsoft.VisualBasic.Left(npm.Text, 2)
If x = "0" Then
If y = "2" Then
jenjang.Text = "D-3"
jurusan.Text = "Manajemen Informatika"
End If
ElseIf x = "1" Then
jenjang.Text = "S-1"
If x = "1" Then
jurusan.Text = "Tek.Informatika"
ElseIf y = "2" Then
jurusan.Text = "Sis.Informasi"
End If
End If
End Sub
Private Sub btnsimpan_Click(ByVal sender As System.Object, ByVal e As System.EventArgs) Handles btnsimpan.Click
isitabel()
npm.Text = ""
nama.Text = ""
jenjang.Text = ""
jurusan.Text = ""
tmasuk.Text = ""
nangka.Text = ""
nhuruf.Text = ""
End Sub
Sub bersih()
NPM.Text = ""
Nama.Text = ""
Jenjang.Text = ""
jurusan.Text = ""
tmasuk.Text = ""
nangka.Text = ""
nhuruf.Text = ""
End Sub
Private Sub nangka_KeyPress(ByVal sender As Object, ByVal e As System.Windows.Forms.KeyPressEventArgs) Handles nangka.KeyPress
If e.KeyChar = Chr(13) Then
If nangka.Text >= 85 Then
nhuruf.Text = "A"
ElseIf nangka.Text >= 70 Then
nhuruf.Text = "B"
ElseIf nangka.Text >= 60 Then
nhuruf.Text = "C"
ElseIf nangka.Text >= 50 Then
nhuruf.Text = "D"
Else
nhuruf.Text = "E"
End If
End If
End Sub
Private Sub btnkeluar_Click(ByVal sender As System.Object, ByVal e As System.EventArgs) Handles btnkeluar.Click
End
End Sub
Private Sub btnhapus_Click(ByVal sender As System.Object, ByVal e As System.EventArgs) Handles btnhapus.Click
npm.Text = ""
nama.Text = ""
jenjang.Text = ""
jurusan.Text = ""
tmasuk.Text = ""
nangka.Text = ""
nhuruf.Text = ""
End Sub
Private Sub btnbersih_Click(ByVal sender As System.Object, ByVal e As System.EventArgs) Handles btnbersih.Click
bersih()
End Sub
Private Sub btnhapuspilih_Click(ByVal sender As System.Object, ByVal e As System.EventArgs) Handles btnhapuspilih.Click
lv.Items.Remove(lv.SelectedItems(0))
End Sub
Private Sub nangka_TextChanged(ByVal sender As System.Object, ByVal e As System.EventArgs) Handles nangka.TextChanged
End Sub
End Class
Selasa, 24 Januari 2012
Lidah tentukan langkah manusia ke syurga atau neraka
KATA Imam al-Ghazali, lidah antara nikmat Allah SWT yang besar dan antara ciptaan Tuhan yang amat halus dan ganjil. Lidah mempunyai bentuk yang indah, kecil dan menarik.
Selanjutnya Imam al-Ghazali berkata: “Keimanan dan kekufuran seseorang tiada terang dan jelas, selain dengan kesaksian lidah. Lidah mempunyai ketaatan yang besar dan mempunyai dosa besar pula. Anggota tubuh yang paling derhaka kepada manusia ialah lidah. Sesungguhnya lidah alat perangkap syaitan yang paling jitu untuk menjerumuskan manusia.”
Daripada kata Imam al-Ghazali itu jelas menunjukkan kepada kita besarnya peranan lidah dalam kehidupan manusia kerana lidah kita boleh masuk syurga dan kerana lidah juga boleh dihumban kita ke neraka.
Oleh kerana lidah boleh membawa kebaikan dan keburukan dalam hidup manusia, kita perlu sentiasa berwaspada menggunakan lidah sewaktu bertutur kata. Dengan kata lain, kita hendaklah bijak menggunakan lidah apabila bercakap.
Sekiranya kata yang kita ucapkan boleh menyebabkan orang yang mendengarnya sakit hati atau terguris, ia boleh mendatangkan keburukan kepadai kita. Pepatah ada mengatakan kerana mulut badan binasa.
Justeru, sebelum kita berkata sesuatu hendaklah berfikir terlebih dulu. Kita gunakan lidah untuk berkata sesuatu yang baik dan tidak sia-sia atau lebih baik lagi kita diam. Itu lebih memberi manfaat daripada kita berkata perkara yang boleh mendatangkan dosa. Sesungguhnya orang beriman tidak bercakap perkara yang sia-sia dan tiada berfaedah.
Daripada Abu Hurairah diriwayatkan Nabi Muhammad SAW bersabda yang maksudnya: “Siapa beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata yang baik atau ia diam.” (Hadis riwayat Imam Bukhari dan Muslim)
Dalam hadis lain, Rasulullah SAW bersabda yang maksudnya: “Sesungguhnya Allah benci kepada orang yang jelik budi pekertinya serta kotor lidahnya.” (Hadis riwayat Imam Tirmidzi)
Menurut Rasulullah SAW ada tiga jenis manusia, iaitu yang mendapat pahala, selamat daripada dosa dan binasa.
Orang yang mendapat pahala sentiasa mengingati Allah, berzikir, mengerjakan solat dan sebagainya. Orang yang selamat daripada dosa ialah mereka yang diam, manakala orang yang binasa sentiasa melakukan perkara mungkar, maksiat dan tidak mengawal lidahnya dengan baik.
Kita dapat mengenal peribadi seseorang daripada percakapannya. Orang yang tinggi akhlak selalunya bercakap hal yang baik saja, tidak menyakiti hati orang lain, tidak mengucapkan perkataan kotor dan tidak banyak bercakap. Mereka mengawal lidah sebaik-baiknya.
Dalam hadis yang diriwayatkan Tirmidzi dan Ibnu Majah, Abu Hurairah menceritakan apabila Rasulullah SAW ditanya sebab terbesar yang membawa seseorang masuk syurga, Rasulullah menjawab: “Takwa kepada Allah dan akhlak yang baik.” Apabila ditanya pula sebab terbesar yang membawa manusia masuk neraka, maka Rasulullah menjawab, “Dua rongga badan iaitu mulut dan kemaluan.”
Selanjutnya Imam al-Ghazali berkata: “Keimanan dan kekufuran seseorang tiada terang dan jelas, selain dengan kesaksian lidah. Lidah mempunyai ketaatan yang besar dan mempunyai dosa besar pula. Anggota tubuh yang paling derhaka kepada manusia ialah lidah. Sesungguhnya lidah alat perangkap syaitan yang paling jitu untuk menjerumuskan manusia.”
Daripada kata Imam al-Ghazali itu jelas menunjukkan kepada kita besarnya peranan lidah dalam kehidupan manusia kerana lidah kita boleh masuk syurga dan kerana lidah juga boleh dihumban kita ke neraka.
Oleh kerana lidah boleh membawa kebaikan dan keburukan dalam hidup manusia, kita perlu sentiasa berwaspada menggunakan lidah sewaktu bertutur kata. Dengan kata lain, kita hendaklah bijak menggunakan lidah apabila bercakap.
Sekiranya kata yang kita ucapkan boleh menyebabkan orang yang mendengarnya sakit hati atau terguris, ia boleh mendatangkan keburukan kepadai kita. Pepatah ada mengatakan kerana mulut badan binasa.
Justeru, sebelum kita berkata sesuatu hendaklah berfikir terlebih dulu. Kita gunakan lidah untuk berkata sesuatu yang baik dan tidak sia-sia atau lebih baik lagi kita diam. Itu lebih memberi manfaat daripada kita berkata perkara yang boleh mendatangkan dosa. Sesungguhnya orang beriman tidak bercakap perkara yang sia-sia dan tiada berfaedah.
Daripada Abu Hurairah diriwayatkan Nabi Muhammad SAW bersabda yang maksudnya: “Siapa beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata yang baik atau ia diam.” (Hadis riwayat Imam Bukhari dan Muslim)
Dalam hadis lain, Rasulullah SAW bersabda yang maksudnya: “Sesungguhnya Allah benci kepada orang yang jelik budi pekertinya serta kotor lidahnya.” (Hadis riwayat Imam Tirmidzi)
Menurut Rasulullah SAW ada tiga jenis manusia, iaitu yang mendapat pahala, selamat daripada dosa dan binasa.
Orang yang mendapat pahala sentiasa mengingati Allah, berzikir, mengerjakan solat dan sebagainya. Orang yang selamat daripada dosa ialah mereka yang diam, manakala orang yang binasa sentiasa melakukan perkara mungkar, maksiat dan tidak mengawal lidahnya dengan baik.
Kita dapat mengenal peribadi seseorang daripada percakapannya. Orang yang tinggi akhlak selalunya bercakap hal yang baik saja, tidak menyakiti hati orang lain, tidak mengucapkan perkataan kotor dan tidak banyak bercakap. Mereka mengawal lidah sebaik-baiknya.
Dalam hadis yang diriwayatkan Tirmidzi dan Ibnu Majah, Abu Hurairah menceritakan apabila Rasulullah SAW ditanya sebab terbesar yang membawa seseorang masuk syurga, Rasulullah menjawab: “Takwa kepada Allah dan akhlak yang baik.” Apabila ditanya pula sebab terbesar yang membawa manusia masuk neraka, maka Rasulullah menjawab, “Dua rongga badan iaitu mulut dan kemaluan.”
Langganan:
Postingan (Atom)